SAMOSIR, ASPIRASI.news – Ruth Rina Sarina Naibaho menyampaikan keberatannya atas proses pemeriksaan dua anaknya yang masih di bawah umur oleh penyidik Polres Samosir.
Kedua anak berusia 8 tahun dan 11 tahun yang masih duduk di bangku sekolah dasar (SD) tersebut, diperiksa sebagai saksi dalam sebuah kasus dugaan kejahatan terhadap anak pada tanggal 11 September 2025.
Menurut Ruth, kedua anaknya dipanggil dan diperiksa mulai pukul 13.00 WIB hingga 19.00 WIB atau sekitar 6 jam di ruang penyidikan Unit PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak).
Meski pemeriksaan dilakukan dengan pendampingan keluarga, Ruth menilai tindakan tersebut tidak sesuai dengan prinsip perlindungan anak.
“Anak-anak saya masih kecil, mereka masih SD. Tapi ketika itu diperiksa dari jam satu siang sampai jam tujuh malam di ruang penyidikan seperti orang dewasa. Walaupun ada pendamping, menurut saya itu sangat tidak pantas,” ujar Ruth sambil menangis.
Selama proses pemeriksaan, Ruth mengungkapkan anak-anaknya tampak ketakutan bahkan sampai tiga kali menangis di ruang penyidik. Ia juga menilai sejumlah pertanyaan yang diajukan tidak relevan dan tidak layak ditanyakan kepada anak-anak.
“Banyak pertanyaan yang menurut saya tidak wajar dilakukan polisi kepada anak. Bahkan ditanya soal tanggal perceraian saya dengan mantan suami. Padahal secara mental anak saya belum siap menerima perceraian kami,” ucapnya.
Ruth juga menyayangkan lokasi pemeriksaan yang dilakukan di ruang penyidikan biasa, bukan di ruang ramah anak sebagaimana mestinya.
“Anak saya diperiksa di ruang PPA, seharusnya dilakukan di ruang ramah anak. Saya berharap Polri bisa lebih profesional. Apakah dibolehkan proses penyidikan terhadap anak di bawah umur dilakukan seperti itu? Sampai dua kali anak saya mengeluh lapar dan ingin makan,” katanya.
Dia bahkan menyebut pihak kepolisian sempat berniat menginterogasi anaknya di sekolah, hal yang menurutnya dapat merusak kondisi psikologis anak. “Kalau polisi datang ke sekolah, mental anak saya bisa rusak karena dilihat teman-temannya,” ujarnya.
Sementara itu, tokoh masyarakat Efendy Naibaho mengaku prihatin atas peristiwa tersebut. Menurutnya, anak yang dimintai keterangan sebagai saksi harus diperiksa dengan cara yang tidak menakutkan, dalam waktu yang wajar, dan tanpa tekanan psikologis.
“Setahu saya, anak-anak tidak bisa dijadikan saksi. Kalaupun bisa, harus ada pendamping dari pemerintah atau lembaga perlindungan anak. Itu pun tidak boleh dilakukan di ruang penyidikan biasa. Idealnya, penyidik datang ke rumah,” ujar Efendy.
Atas kejadian ini, Ruth Naibaho didampingi para tokoh Si Raja Oloan dari Pangururan seperti Efendy Naibaho, Polmen Naibaho, Sasnaek Naibaho, Nahum Naibaho, Mangarindang Naibaho, D Naibaho, Arifin Naibaho dan Marco Sihotang mendatangi Polres Samosir pada Selasa, 30 September 2025.
Dalam pertemuan dengan Kasat Reskrim Polres Samosir, AKP Edward Sidauruk, mereka menyampaikan keluhan dan protes atas proses pemeriksaan terhadap anak di bawah umur tersebut.
Sasnaek Naibaho selaku Ketua Harian Punguan Marga Naibaho (PPRNB) meminta agar proses pemeriksaan terhadap anak dilakukan lebih hati-hati.
“Bila perlu dilakukan di taman bermain dan anak diberi kesempatan memilih siapa yang akan mendampinginya,” katanya.
Menanggapi hal itu, Kasat Reskrim AKP Edward Sidauruk terhadap adanya kekurangan dalam proses pemeriksaan tersebut, akan dilakukan penelusuran.
“Baru kali ini saya dengar soal anak tidak diberi pendamping ke kamar mandi dan terkait materi pertanyaan. Memang seharusnya anak didampingi oleh orang tua dan dinas terkait agar lebih leluasa memberi keterangan,” ujarnya.
Edward menambahkan, pihaknya berterima kasih atas koreksi terkait pelayanan kami. Polres Samosir terbuka terhadap masukan masyarakat, dan berkomitmen memperlakukan semua pihak secara sama.
Kedua anak Ruth dimintai keterangan oleh Polres Samosir terkait Laporan Polisi Nomor: LP-B/252/VIII/2025/SPKT/POLRES SAMOSIR/POLDA SUMUT, tertanggal 4 Agustus 2025, yang dibuat oleh PS atas dugaan kejahatan terhadap anak.
Kasus ini bermula dari perceraian antara Ruth dan PS. Dalam putusan Pengadilan Negeri Balige, PS diwajibkan memberi nafkah kepada dua anaknya. Namun, selama empat bulan terakhir kewajiban tersebut tidak dipenuhi.
Atas hal itu, Ruth kemudian melaporkan PS ke Polres Samosir atas dugaan penelantaran anak, sebagaimana tercantum dalam Laporan Polisi Nomor: LP/B/276/VIII/2025/SPKT/POLRES SAMOSIR/POLDA SUMUT, tertanggal 22 Agustus 2025 pukul 22.28 WIB.
Kasus ini kini masih dalam tahap penyelidikan. Kepada tetua-tetua Raja Naibaho dan Si Raja Oloan Samosir, Kasat Serse juga menjanjikan dalam waktu secepatnya akan memanggil PS untuk masalah ini. | Muba Naibaho/rel





